Isu riset yang berkembang saat ini berkaitan dengan kepatuhan pajak mulai memptimbangkan faktor sosial dan psikologi selain faktor‐faktor ekonomi. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa keputusan kepatuhan pajak merupakan keputusan yang berkaitan dengan kontrak moral antara pembayar pajak dan negara, sebagai bagian yang harus dibayarkan atas penggunaan fasilitas publik.
Di Indonesia penentuan besarnya pajak diserahkan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pendapatan kena pajak yang seharusnya dibayarkan/terutang atau disebut dengan self-assment system, sehingga masalah perilaku wajib pajak menjadi perhatan terutama dalam membuat keputusan kepatuhan pajak.
Karena adanya kecenderungan wajib pajak bersikap untuk menghindari pajak, dimana pada dasarnya semua orang tidak ingin membayar pajak, dan seandainya harus membayar maka pilihan pertama adalah memaksimalkan terlebih dahulu keuntungannya sendiri.
Keputusan seseorang untuk memaksimalkan keuntungannya tidak hanya tergantung pada seberapa besar informasi yang diterima atas kepastian pemeriksaan pajak, melainkan juga seberapa besar penghematan pajak dapat dilakukan.
Salah satu cara untuk mengatasi ini adalah adanya koordinasi petugas pemungutan pajak dalam hal ini menjadi wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan pihak-pihak asosiasi dan pihak lain yang terkait dengan kebenaran data-data wajib pajak yang diberikan secara selft assessment. Koordinasi yang dilakukan bisa dengan lintas instansi dengan melakukan perhitungan dan perkiraan dimana data-data wajib pajak yang bisa disesuaikan dengan data yang diberikan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. (wtgr)
0 comments