Koordinasi dan pemahaman bersama pentingnya penerimaan pajak merupakan kata kunci dalam upaya mengoptimalkan setoran pajak. Untuk dapat mencapai target penerimaan pajak, dibutuhkan koordinasi dan pemahaman bersama semua pihak yang terkait dengan masalah perpajakan. Berbagai pihak yang terkait perpajakan tersebut antara lain meliputi seluruh instansi pemerintahan dan aparatur perpajakan, serta seluruh wajib pajak (WP), baik perusahaan maupun perseorangan.
Untuk mencapai target Pajak Nasional dibutuhkan kordinasi anatara paling tidak lima instansi untuk mencapai target penerimaan pajak. Jadi idealnya bukan tugas Ditjen Pajak sendirian. Sangat tidak fair jika beban pajak hanya dibebankan pada Ditjen Pajak saja. Disini kita bicara sistem dan Ditjen Pajak hanya bagian dari sistem tersebut. Jika berbicara target penerimaan pajak maka dibutuhkan banyak pihak yang terkait dalam sistem perpajakan, untuk lebih aktif dalam merealisasikan target penerimaan pajak tersebut.
Secara Nasional (Makro) setidaknya pihak-pihak yang seharusnya dilibatkan bersama-sama bekerja dengan DJP adalah :
1. DPR
Yaitu karena sebagai lembaga pembuat kebijakan dan perundang-undangan yang digunakan dalam ketentuan dan tatacara perpajakan perpajakan. DPR harus memahami betul bagaimana permasalahan perpajakan dan bagaimana aturan yang paling baik untuk ditetapkan dalam peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
2. Aparat pengadilan
Agar sengketa pajak antara wajib pajak dan Ditjen Pajak dapat diselesaikan.
3. Konsultan pajak.
Konsultan pajak diperlukan terutama dalam melakukan riset-riset tentang perpajakan dimana data-data yang dihasilkan sangat berguna dalam pengambilan kebijakan yang tepat dalam perpajakan.
4. Pembentukan ombudsman perpajakan sebagai suatu lembaga yang menjamin semua masalah administrasi perpajakan.
Terkait koordinasi dalam pemeriksaan, penagihan dan penyidikan pajak selft assessment dilakukan untuk mengetahui benar tidaknya data-data keterangan yang diberikan wajib pajak dimana tujuannya agar bisa diambil keputusan apakah perlu dilakukan penagihan atau bahkan penyidikan dan tindakan selanjutnya sesuai hukum ketentuan perpajakan .
Masalahnya adalah kepada instansi apa DJP harus melakukan koordinasi? Koordinasi perlu dilakukan kepada semua instansi yang terkait dengan keberadaan wajib pajak. Karena wajib pajak sangat banyak maka yang perlu dilakukan adalah melakukan koordinasi dimana yang prioritaskan pada wajib pajak sesuai dengan focus pemeriksaan Nasional yang ditetapkan, baik sektor usaha (badan) maupun fokus pemeriksaan pada Wajib Pajak Orang pribadi.
Fokus pemeriksaan merupakan sektor usaha tertentu atau wajib pajak kriteria tertentu yang menjadi sasaran utama pemeriksaan khusus. Seperti untuk tahun 2011 fokus pemeriksaan lebih diutamakan pada peningkatan peningkatan penggalian potensi wajib pajak orang pribadi. Hal ini didasarkan pada data hasil pemeriksaan tahun sebelumnya yang menunjukkan bahwa penerimaan pemeriksaan wajib pajak orang pribadi hanya sekitar 1,15% dari total penerimaan pemeriksaan.
Oleh karena itu setiap kepala UP2 harus meningkatkan pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak orang pribadi dengan tidak mengurangi intensitas penggalian potensi terhadap wajib pajak badan.
Koordinasi DJP dengan instansi asosiasi atau pihak lain dalam rangka penegakan hukum yang dilakukan DJP terkait pemeriksaan penagihan dan penyidikan pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh), setidaknya Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan koordinasi dengan instansi-instansi seperti :
1. Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Dewasa ini, harta kekayaan yang dimiliki masyarakat dalam bentuk uang pada umumnya disimpan pada bank atau lembaga keuangan lain seperti asuransi. Sumber harta kekayaan tersebut didasarkan pada penghasilan masyarakat baik berupa gaji maupun hasil usaha yang dimiliki. Karena salah satu objek pajak adalah penghasilan (PPh) maka DJP idealnya harus mengetahui seberapa besar penghasilan seorang wajib pajak yang sebenarnya untuk dapat ditetapkan berapa pajak terutang yang seharusnya sesuai ketentuan hukum pajak.
Data penghasilan yang diterima dari wajib pajak kemudian dicocokkan dengan data hasil koordinasi dari bank, jika ditemukan adanya kecurigaan dalam hal jumlah yang tidak wajar maka hal ini bisa menjadi pertimbangan dilakukannya penyidikan.
2. Badan Peratanahan Nasional
Badan Pertanahan Nasional adalah instansi yang berwenang mengeluarkan sertifikat tanah. Sertifikat tanah adalah bukti sah atas kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat. Karena tanah merupakan harta kekayaan maka DJP juga perlu mempertimbangkan luas tidaknya tanah yang dimiliki masyarakat dan berapa nilai total tanah yang dimiliki.
Perolahan tanah bisa melalui pembelian dimana sumber keuangannya salah satunya berasal dari penghasilan. Jika hasil koordinasi dengan BPN menunjukkan tanah yang dimiliki seorang sangat luas, sementara laporan SPT yang disampaikan jumlahnya sangat sedikit maka ada kemungkinan wajib pajak tersebut tidak memberikan keterangan yang sebenarnya untuk mengurangi beban pajak. Secara teknis tentu perlu diketahui dengan jelas sumber perolehan tanah tersebut apakah dari pembelian, warisan dan sebagainya.
3. Bursa Efek
DJP juga perlu berkoordinasi dengan bursa efek karena berhubungan dengan data-data kepemilikikan saham seorang wajib pajak
4. Samsat POLRI
Di Indonesia semua urusan administrasi kendaraan seperti bukti kepemilikan kendaraan bermotor dikeluarkan oleh Samsat Polri. Dengan mengetahui data-data kendaraan yang dimiliki wajib pajak menjadi pertimbangan dalam perkiraan jumlah penghasilan yang dimilki.
5. Dealer Mobil
Juga perlu suatu kebijakan yang member wewenang kepada DJP untuk mengakses data-data pembelian atau penjualan kendaraan yang dilakukan wajib pajak. Kendaraan adalah satu harta kekayaan yang perlu di perhatikan karena mencerminkan bagaimana penghasilan seseorang.
6. Asosiasi Pedagang Perhiasan, Barang Antik dan Barang-Barang Lain yang Bernilai Tinggi
DJP juga perlu bekerjasama dengan asosiasi-asosiasi pedagang barang-barang mewah dan antik agar dapat mengakses data-data wajib pajak yang melakukan transaksi jual beli di sana. Misalnya saat melakukan pembelian perhiasaan yang nilainya sangat tinggi, seharusnya asosiasi pedagang mencatat semua data-data pelanggannya dan digunakan salah satunya untuk membantu urusan perpajakan.
7. Asosiasi Jasa Kebugaran, Wisata Dll
Asosiasi seperti ini adalah yang asosiasi yang memberikan pelayanan lebih bagi orang yang ingin bersenang-senang dan tentunya dengan penghasilan yang lebih.
8. Perusahaan Telekomunikasi
Perusahaan telekomunikasi adalah sebagai pihak yang mengetahui informasi tentang bagaimana seorang wajib pajak melakukan komunikasi termasuk penggunaan biaya komunikasi. Data ini juga berguna bagi DJP dalam hal informasi tambahan untuk memeriksa kebenaran data pajak.
9. Bea Cukai dan Pelabuhan
Pihak disini adalah instansi yang mengetahui data ekspor-impor yang dilakukan seorang wajib pajak. Dengan mengetahui bagaimana proses ekspor impor ini maka dapat ditarik penafsiran bagaimana penghasilan yang diperoleh.
10. Perusahaan Transportasi Udara
Terkait data bagaimana seorang wajib pajak melakukan perjalanan khususnya melalui udara. Semakin sering dilakukan maka ada kemungkinan semakin tinggi aktivitas yang tentu mengarah kepada penghasilan yang lebih tinggi juga.
11. Badan Pusat Statistik
BPS adalah badan resmi yang melakukan kajian statistic berupa survey dan sensus. Data yang dihasilkan BPS menggambarkan semua hal termasuk distribusi pendapatan.
12. Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah adalah instansi yang mengetahui keberadaan data-data kependudukan khususnya yang ditangani Dinas Catatan Sipil.
13. Asosiasi Artis Rekaman Indonesia (ASARI)
Asosiasi ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar penghasilan seorang artis saat melakukan aktivitas rekaman yang menjadi dasar berapa besar seharusnya beban pajak terutang seorang artis.
14. Kementrian Tenaga Kerja
Adalah instansi yang mengetahui bagaimana keberadaan tenaga kerja di Indonesia termasuk diposisi mana para pekerja yang memiliki penghasilan yang potensial untuk dikenakan pajak penghasilan. (wtgr)
Untuk mencapai target Pajak Nasional dibutuhkan kordinasi anatara paling tidak lima instansi untuk mencapai target penerimaan pajak. Jadi idealnya bukan tugas Ditjen Pajak sendirian. Sangat tidak fair jika beban pajak hanya dibebankan pada Ditjen Pajak saja. Disini kita bicara sistem dan Ditjen Pajak hanya bagian dari sistem tersebut. Jika berbicara target penerimaan pajak maka dibutuhkan banyak pihak yang terkait dalam sistem perpajakan, untuk lebih aktif dalam merealisasikan target penerimaan pajak tersebut.
Secara Nasional (Makro) setidaknya pihak-pihak yang seharusnya dilibatkan bersama-sama bekerja dengan DJP adalah :
1. DPR
Yaitu karena sebagai lembaga pembuat kebijakan dan perundang-undangan yang digunakan dalam ketentuan dan tatacara perpajakan perpajakan. DPR harus memahami betul bagaimana permasalahan perpajakan dan bagaimana aturan yang paling baik untuk ditetapkan dalam peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
2. Aparat pengadilan
Agar sengketa pajak antara wajib pajak dan Ditjen Pajak dapat diselesaikan.
3. Konsultan pajak.
Konsultan pajak diperlukan terutama dalam melakukan riset-riset tentang perpajakan dimana data-data yang dihasilkan sangat berguna dalam pengambilan kebijakan yang tepat dalam perpajakan.
4. Pembentukan ombudsman perpajakan sebagai suatu lembaga yang menjamin semua masalah administrasi perpajakan.
Terkait koordinasi dalam pemeriksaan, penagihan dan penyidikan pajak selft assessment dilakukan untuk mengetahui benar tidaknya data-data keterangan yang diberikan wajib pajak dimana tujuannya agar bisa diambil keputusan apakah perlu dilakukan penagihan atau bahkan penyidikan dan tindakan selanjutnya sesuai hukum ketentuan perpajakan .
Masalahnya adalah kepada instansi apa DJP harus melakukan koordinasi? Koordinasi perlu dilakukan kepada semua instansi yang terkait dengan keberadaan wajib pajak. Karena wajib pajak sangat banyak maka yang perlu dilakukan adalah melakukan koordinasi dimana yang prioritaskan pada wajib pajak sesuai dengan focus pemeriksaan Nasional yang ditetapkan, baik sektor usaha (badan) maupun fokus pemeriksaan pada Wajib Pajak Orang pribadi.
Fokus pemeriksaan merupakan sektor usaha tertentu atau wajib pajak kriteria tertentu yang menjadi sasaran utama pemeriksaan khusus. Seperti untuk tahun 2011 fokus pemeriksaan lebih diutamakan pada peningkatan peningkatan penggalian potensi wajib pajak orang pribadi. Hal ini didasarkan pada data hasil pemeriksaan tahun sebelumnya yang menunjukkan bahwa penerimaan pemeriksaan wajib pajak orang pribadi hanya sekitar 1,15% dari total penerimaan pemeriksaan.
Oleh karena itu setiap kepala UP2 harus meningkatkan pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak orang pribadi dengan tidak mengurangi intensitas penggalian potensi terhadap wajib pajak badan.
Koordinasi DJP dengan instansi asosiasi atau pihak lain dalam rangka penegakan hukum yang dilakukan DJP terkait pemeriksaan penagihan dan penyidikan pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh), setidaknya Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan koordinasi dengan instansi-instansi seperti :
1. Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Dewasa ini, harta kekayaan yang dimiliki masyarakat dalam bentuk uang pada umumnya disimpan pada bank atau lembaga keuangan lain seperti asuransi. Sumber harta kekayaan tersebut didasarkan pada penghasilan masyarakat baik berupa gaji maupun hasil usaha yang dimiliki. Karena salah satu objek pajak adalah penghasilan (PPh) maka DJP idealnya harus mengetahui seberapa besar penghasilan seorang wajib pajak yang sebenarnya untuk dapat ditetapkan berapa pajak terutang yang seharusnya sesuai ketentuan hukum pajak.
Data penghasilan yang diterima dari wajib pajak kemudian dicocokkan dengan data hasil koordinasi dari bank, jika ditemukan adanya kecurigaan dalam hal jumlah yang tidak wajar maka hal ini bisa menjadi pertimbangan dilakukannya penyidikan.
2. Badan Peratanahan Nasional
Badan Pertanahan Nasional adalah instansi yang berwenang mengeluarkan sertifikat tanah. Sertifikat tanah adalah bukti sah atas kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat. Karena tanah merupakan harta kekayaan maka DJP juga perlu mempertimbangkan luas tidaknya tanah yang dimiliki masyarakat dan berapa nilai total tanah yang dimiliki.
Perolahan tanah bisa melalui pembelian dimana sumber keuangannya salah satunya berasal dari penghasilan. Jika hasil koordinasi dengan BPN menunjukkan tanah yang dimiliki seorang sangat luas, sementara laporan SPT yang disampaikan jumlahnya sangat sedikit maka ada kemungkinan wajib pajak tersebut tidak memberikan keterangan yang sebenarnya untuk mengurangi beban pajak. Secara teknis tentu perlu diketahui dengan jelas sumber perolehan tanah tersebut apakah dari pembelian, warisan dan sebagainya.
3. Bursa Efek
DJP juga perlu berkoordinasi dengan bursa efek karena berhubungan dengan data-data kepemilikikan saham seorang wajib pajak
4. Samsat POLRI
Di Indonesia semua urusan administrasi kendaraan seperti bukti kepemilikan kendaraan bermotor dikeluarkan oleh Samsat Polri. Dengan mengetahui data-data kendaraan yang dimiliki wajib pajak menjadi pertimbangan dalam perkiraan jumlah penghasilan yang dimilki.
5. Dealer Mobil
Juga perlu suatu kebijakan yang member wewenang kepada DJP untuk mengakses data-data pembelian atau penjualan kendaraan yang dilakukan wajib pajak. Kendaraan adalah satu harta kekayaan yang perlu di perhatikan karena mencerminkan bagaimana penghasilan seseorang.
6. Asosiasi Pedagang Perhiasan, Barang Antik dan Barang-Barang Lain yang Bernilai Tinggi
DJP juga perlu bekerjasama dengan asosiasi-asosiasi pedagang barang-barang mewah dan antik agar dapat mengakses data-data wajib pajak yang melakukan transaksi jual beli di sana. Misalnya saat melakukan pembelian perhiasaan yang nilainya sangat tinggi, seharusnya asosiasi pedagang mencatat semua data-data pelanggannya dan digunakan salah satunya untuk membantu urusan perpajakan.
7. Asosiasi Jasa Kebugaran, Wisata Dll
Asosiasi seperti ini adalah yang asosiasi yang memberikan pelayanan lebih bagi orang yang ingin bersenang-senang dan tentunya dengan penghasilan yang lebih.
8. Perusahaan Telekomunikasi
Perusahaan telekomunikasi adalah sebagai pihak yang mengetahui informasi tentang bagaimana seorang wajib pajak melakukan komunikasi termasuk penggunaan biaya komunikasi. Data ini juga berguna bagi DJP dalam hal informasi tambahan untuk memeriksa kebenaran data pajak.
9. Bea Cukai dan Pelabuhan
Pihak disini adalah instansi yang mengetahui data ekspor-impor yang dilakukan seorang wajib pajak. Dengan mengetahui bagaimana proses ekspor impor ini maka dapat ditarik penafsiran bagaimana penghasilan yang diperoleh.
10. Perusahaan Transportasi Udara
Terkait data bagaimana seorang wajib pajak melakukan perjalanan khususnya melalui udara. Semakin sering dilakukan maka ada kemungkinan semakin tinggi aktivitas yang tentu mengarah kepada penghasilan yang lebih tinggi juga.
11. Badan Pusat Statistik
BPS adalah badan resmi yang melakukan kajian statistic berupa survey dan sensus. Data yang dihasilkan BPS menggambarkan semua hal termasuk distribusi pendapatan.
12. Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah adalah instansi yang mengetahui keberadaan data-data kependudukan khususnya yang ditangani Dinas Catatan Sipil.
13. Asosiasi Artis Rekaman Indonesia (ASARI)
Asosiasi ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar penghasilan seorang artis saat melakukan aktivitas rekaman yang menjadi dasar berapa besar seharusnya beban pajak terutang seorang artis.
14. Kementrian Tenaga Kerja
Adalah instansi yang mengetahui bagaimana keberadaan tenaga kerja di Indonesia termasuk diposisi mana para pekerja yang memiliki penghasilan yang potensial untuk dikenakan pajak penghasilan. (wtgr)
0 comments